Actifis LSM Nilai Ada Korporasi Persengkokolan Pada Pinjaman 250 Milyar

Penggusuran jln kei besar

Langgur Tual News – Kebijakan Pemkab Maluku Tenggara, Provinsi Maluku yang melakukan peminjaman dana pihak ketiga BUMN untuk pembangunan infrastruktur di Pulau Kei Besar sebesar Rp 250 milyar yang mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Malra periode 2014 -2019 dinilai sebagai satu perbuatan tindak pidana korporasi yang bakal berujung masalah hukum dikemudian hari.

Penilaian  ini disampaikan Actifis LSM Anti Korupsi Wilayah Indonesia Timur, Tony Rahabav kepada tual news, selasa ( 5/11/2019 )  

Tony rahabav
Actifis LSM Anti Korupsi Wilayah Indonesia Timur, Tony Rahabav

“ Surat Bupati Malra kepada DPRD terkait permintaan persetujuan peminjaman daerah sebesar 250 millyar kepada BUMN PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) di Jakarta, bersifat dadakan karena pimpinan dan anggota DPRD Malra periode 2014 – 2019 sudah memasuki masa akhir jabatan, sehingga sulit mempertanggungjawabkan secara hukum, sebab  syarat pengajuan pinjaman adalah berita acara pelantikan Bupati Malra terbaru, bila dibandingkan dengan masa tugas DPRD Malra maka ditemui disana korporasi persengkokolan dalam pinjaman daerah itu “ ungkap Rahabav.

Dirinya minta Pemkab Malra bersama DPRD berkaca pada kasus DPRD Lampung Tengah yang saat ini menjalani hukuman di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

“ Saya minta agar kita berkaca pada kasus Lampung Tengah di KPK, apalagi pinjaman daerah yang diajuhkan Bupati Malra kepada DPRD belum ada musyawaran pembangunan daerah ( musrembang ) baik dari tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi sampai nasional, dengan demikian  pinjaman  itu tidak memliki dasar hukum untuk diajuhkan ke DPRD “ Tandasnya.

Images

Kata Rahabav, pokok dan dasar sebuah proyek atau program adalah musrengbang secara berjenjang dan terencana, bukan bersifat dadakan serta tidak mencerminkan peningkatan pendapatan perkapita ekonomi masyarakat.

“ semua proyek fisik akan menguntungkan kontraktor yang sudah dijanjikan jatah bagi semua kelompok yang berkepentingan dengan sistem pembagian fee proyek, ini modus korupsi masa kini, sebab nanti nampak pada proses pelelangan atau tender proyek sampai penentuan  pemenang. Jadi kalau sampai pinjaman ini diimplementasikan di Malra, maka patut diduga para pihak yang bakal berursan dengan lembaga hukum Tipikor adalah Bupati, 25 anggota DPRD Malra periode 2014 – 2019, Bappeda, Kadis PUPR, Kepala Dinas Keuangan dan Pokja ULP “ Jelas Actifis LSM.

Rahabav juga menilai, pinjaman Pemkab Malra 250 millyar kepada PT. SMI menunjukan kelemahan dan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam melobi maupun melakukan pendekatan dengan Pempus untuk peningkatan status jalan di pulau Kei Besar menjadi jalan Nasional.

“ Walaupun Pemkab Malra telah penuhi persyaratan pinjaman daerah sesuai PP 54 tahun 2005 dan PP 30 tahun 2011, dan  PP 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah, namun  harus melalui pertimbangan dan persetujuan Gubernur Maluku dan Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ). Saya punya keyakinan Mendagri tidak akan menyetujui pinjaman daerah itu, mengingat dasar pertimbanganya sesuai pasal 35 ayat 3 PP 30 tahun 2011 huruf  F,D dan E “ sorotnya.

Aktifis LSM Koalisi Anti Korupsi wilayah Indonesia Timur itu minta Bupati Malra, M. Thaher Hanubun meninjau kembali rencana peminjaman daerah tersebut, sebab tidak melalui Musrengbang secara berjenjang dan bersifat dadadkan. ( team tualnews )