Islam – Kristen Bangun Makam Pencetus Agama Islam di Pulau Kei

Islam kristen bangun makam pencetus agama islam di pulau kei

Tual News – Islam – Kristen di Desa Semawi – Wain, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara, Propinsi Maluku, sejak Jumat ( 03/07/2020 ) bekerja sama dalam satu ikatan persaudaraan sejati membangun tempat atau makam pencetus Agama Islam masuk di Kepulauan Kei, tepatnya di tanah Vuar Semawi.

Dua komunitas Islam – Kristen ini melalui swadaya bersama secara gotong royong membangun makam tempat bersejarah itu dipertengahan hutan Semawi – Marfun, sebagai bukti sejarah bagi anak cucu mereka.

Pantauan tualnews.com, Minggu ( 05/07/2020 ), lokasi atau tempat Masjid Tua dikelilingi hutan belantara dan anakan sungai. Untuk mencapai lokasi ini dari Desa /Ohoi Semawi berjarak kurang lebih lima kilo meter, namun kalau dari Ohoi Marfun menuju situs bersejarah itu hanya berjarak tiga kilo meter.

Selama tiga hari dua komunitas ini bekerja sama, yang dipimpin langsung penjaga makam beragama Katolik, Albertus Ditubun dan L. Yewahan, beragama Islam dari Desa Ngadi Kota Tual, tempat makam ini sudah berdiri dan ditutup dengan atap daun zeng.

Cerita Wansoeboen dari Belanda tentang Sejarah Kei

Ukuran Masjid Tua, disampingnya terdapat Makam Nen Sea Wudhu, yang adalah Warga Arab dari Makasar, masih terdapat bukti sejarah batu cadar peninggalan leluhur Kei tempo dolo.

Penutupan bangunan makam ukuran 4 x 6 m2, berbentuk piramida Masjid dilaksanakan Minggu ( 05/07/2020 ), pukul 15.00 WIT, melalui pengangkatan atap daun zeng pertama oleh dua wanita Katolik, masing – masing, Ny. G. Wokanubun dari Desa Wain – Semawi dan Ny. J. Rahabav dari Ohoi Marfun, selanjutnya atap daun zeng kedua oleh salah satu perempuan Islam dari Kota  Tual.

Penjaga Makam yang adalah Turunan lurus Halai Vuar, Albertus Ditubun kepada tualnews.com, mengaku lokasi Masjid Tua, yang disampingnya terdapat Makam Leluhur Nen Sea Wudhu adalah situs Sejarah di Pulau Kei, karena Nen Sea Wudhu adalah seorang perempuan Islam Arab, dari Makasar – Sulawesi yang menyebarkan agama Islam masuk di Kepulauan Kei, mulai dari Desa Feer, Kecamatan Kei Besar Utara Barat sampai masuk di daratan pulau Kei yakni di tanah Vuar, lalu meninggal dan dikuburkan ditempat tersebut.

Cegah Wabah Corona, Desa Revav Gelar Ritual Adat Kei Tutup Darat dan Laut

“ Kami kerja bersama atas swadaya sendiri membangun tempat makam ini sebagai salah bukti sejarah Islam masuk di Pulau Kei, melalui tanah Vuar Semawi “ Tandas Ditubun.

Kata Ditubun, bukti sejarah lokasi Masjid Tua yang terdapat Makam Pencetus Agama Islam masuk di Pulau Kei di tanah Vuar sampai saat ini masih dipegang basudara Islam Desa Feer, yakni satu buah Al – Quran tua yang dikenal dengan nama “ Indar Alam “. Sedangkan Tasbih, dipegang Marga Jamlean Islam di Desa Debut, Kecamatan Kei – Kecil.

ADAT, KUBNI, AGAM Melestarikan Budaya, Memelihara Iman,dan Memperkuat Persaudaraan

Dikatakan, dirinya adalah turunan lurus tujuh generasi Hilai Vuar, sehingga situs sejarah itu harus dijaga dan dipelihara, sebagai azet dan bukti sejarah di tanah Vuar.

“ Hilai Vuar pertama menetap di hutan belantara Vuar, memiliki seorang anak laki – laki yang diberi nama Kes, nama ini diberikan sebagai bekal keturunan Nuhu Vuar, mengingat Hilai Vuar lanjut usia, kemudian Kes kawin lalu memliki seorang anak laki – laki yang diberi nama Kes lagi sebagai pengganti bapaknya, selanjutnya Kes memiliki seorang anak diberi nama Ebal, dan Ebal punya anak namanya Warkab, anak Warkab adalah Edoardus Ditubun, selanjutnya Edoardus kawin dan memiliki anak laki – laki masing – masing, Albertus Ditubun dan Damianus Ditubun “ Tuturnya.

SOB LOR “RUWATAN UMUM”

Untuk diketahui, Vuar, terdiri dari kata VU dan AR, mengandung pengertian dari kondisi fisik petuanan atau areal yang mengandung makna Nuhu atau wilayah diambil berdasarkan karakteristik fisik wilayahnya yang banyak ditumbuhi pohon – pohon besar semenjak terbentuk bumi dan isinya.

VU menggambarkan jenis pohon pelindung yang dianggap pelindung dan sakral, sedangkan kata AR, menggambarkan fisik wilayah, banyak akar pohon – pohon besar di hutan yang masih seram saat dahulu kala.

Pohon – pohon hutan dan akar – akar yang besar dan padat, mengakar pada petuanan atau tanah yang berbukit – bukit kecil serta sedang, dengan  fisik tanah bergelombang, sehingga dinamakan oleh para leluhur yang  mendiami Nuhu Vuar yakni Hilaai Vuar atau dikenal dengan sebutan Varaha Vuar.

Sementara Hilaai, adalah gelar yang diberikan oleh Leluhur Kei tempo dulu, karena belum dikenal pendidikan formal yang tinggi, sehingga persyaratan seorang leluhur di Kei diberikan gelar Hilaai harus memenuhi syarat antara lain ; sebagai tokoh masyarakat atau status sosial, menguasai adat istiadat, mengerti hukum adat / publik dan berprilaku baik.

Konon sesuai penuturan Sejarah Kei, pasca masuknya Hilaai Jangra dan Dituhu di Nuhu Evav, mereka mendarat masuk di Teluk Hoat Sorbay dan tinggal di Desa Letvuan. Perjalananya ke Nuhu Vuar, kemudian ke Wain lalu membaur dengan penduduk disekitarnya dan membentuk tempat tinggal yang sakral yakni Wai Doknain Nen Dit Sakmas.

Sesuai penuturan, ada gelang mas adat yang diberikan Leluhur saat itu kepada Nen Dit Sakmas untuk bersama – sama membentuk Pemerintahan Adat, pasca perjalanan Dituhu bertemu Hilaai Vuar. ( TN )