GAMKI Dukung Bupati Malra dan Gubernur Maluku Perangi Kebijakan Menteri Susi

Fb img 1567606814408

Langgur Tual News – DPC GAMKI Kabupaten Maluku Tenggara, Propinsi Maluku menyatakan sikap resmi dan tegas sangat mendukung pernyataan Bupati Malra, M. Taher Hanubun yang memberikan suport dan dukungan kepada Gubernur Maluku, Murad Ismail untuk menyatakan perang atas kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjastuti yang sangat merugikan masyarakat di Maluku.

Ketua DPC GAMKI Malra, Luther S. Rahayaan dalam rilisnya kepada  tualnews.com, menegaskan dukungan resmi kepada Bupati Malra dan Gubernur Maluku sangat beralasan, karena sebelumnya GAMKI Malra sudah bertemu Deputi V Staf Ahli Kepresidenan RI yang menangani Kelautan dan perikanan di Jakarta untuk memprotes kebijakan Pempus yang sangat merugikan masyarakat adat pesisir dan pulau – pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara.

Img 20190828 wa0007 1
Ketua Dpc Gamki, Kabupaten Maluku Tenggara, Luther S. Rahayaan

“ Pemkab Malra dalam RPJMD 2018/2023 menetapkan sektor Perikanan dan Parawisata sebagai Leading Sektor penggerak roda ekonomi dan daya saing daerah, namun dengan adanya moratorium Perikanan, daerah kita sangat dirugikan “ Tegas Rahayaan.

Dikatakan, keberadaan masyarakat adat dan kearifan lokal di wilayah pesisir, Kabupaten Malra menjadi modal sosial ( sosial capital ) yang diharapkan dapat menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk kesejatraan masyarakat saat ini dan akan datang.

Menurut Ketua GAMKI Kabupaten Malra, di sisi lain, dengan diberlakukan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan / tanggungjawab pengelolaan ruang laut sejau 12 mill seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi, hal ini mengakibatkan terjadinya pelambatan yang sangat sifnifikan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan laut.

“ Dengan adanya UU nomor 23 tahun 2014, Pemkab Malra tidak dapat melakukan intervensi program dan kegiatan kelautan dan perikanan yang komprehensif dalam upaya mengurangi kemiskinan, mensejatrakan masyarakat,  termasuk upaya melestarikan SDA laut dan pesisir “ Jelasnya.

Sementara di sisi lain, kata Rahayaan, Pemerintah Provinsi Maluku memiliki keterbatasan kualitas / kuantitas personil, anggaran dan sarpras dalam mengelolah ruang laut Maluku yang nyaris 60 juta Maluku Tenggara, sesuai Keppres Nomor 6 Tahun 2017, merupakan pulau terluar sekaligus wilayah perbatasan RI yang sampai saat ini belum ada intervensi Pempus.

Fb img 1567606202413

Rahayaan mencontohkan, potensi Telur Ikan sebagai satu potensi perikanan di Kabupaten Malra, untuk saat ini ratusan kapal ikan dari Sulawesi datang dengan mengambil potensi perikanan masyarakat pulau – pulau pesisir, tanpa memperhitungkan daya dukung dan dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat, buktinya di wilayah laut Kabupaten Malra marak terjadi aktifitas yang merusak dan over eploitatif yang nyaris tidak dapat direspon Pemkab Malra karena bukan lagi kewenanganya, padahal dampak negatif dari kerusakan itu sangat dirasakan masyarakat Malra ketika Pemerintah Daerah setempat fokus membangun sektor Perikanan dan Bahari sebagai sektor unggulan.

“ Karena tidak ada sinergitas yang sistematis dan terstruktur antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, maka makin menambah suram pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan di Provinsi Maluku, termasuk di Kabupaten Malra “ Terangnya.

Padahal kata Ketua GAMKI, sudah ada PP Nomor 28 tahun 2018, tentang kerja sama antara daerah yang telah disiapkan oleh Pempus sebagai aturan turunan implementasi UU Nomor 23 tahun 2014.

 “ GAMKI berharap PP 28, bisa menjembatani kepincangan koordinasi dan sinergitas terkait pengelolaan ruang laut di Provinsi Kepulauan ini, karena Kabupaten Malra memiliki kawasan konservasi perairan daerah ( KKPD ) pertama dan satu – satunya di Provinsi Maluku yang telah ditetapkan dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 6 tahun 2016, tertanggal 5 Pebruari 2016 “ Harapnya.

Diakui, KKPD Malra seluas 150.000 ha, terletak di Pesisir Barat Kei Kecil, diiniasi Pemkab Malra  dan WWF Indonesia sejak tahun 2009, jau sebelum UU Nomor 23 Tahun 2014 didengungkan.

“ Dengan berlakunya UU Nomor 23 tahun 2014, maka otomatis pengelolaan KKPD yang tadinya di berada di Pemkab Malra, dialihkan pengelolaan kepada Pemprov Maluku, saat ini KKPD jadi kawasan konservasi tanpa lembaga pengelolah, hal ini berdampak pada banyak terjadi praktek – praktek destruktif fishing seperti Bom Ikan, dan juga pengambilan spesies laut yang dilindungi “ Kesalnya.

Fb img 1566916029315
Potensi Ikan Di Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara

KKPD tersebut, menurut Ketua GAMKI Malra, merupakan pusat dari Destinasi Wisata Bahari yang menjadi andalan Kabupaten Malra membangun dan menata sektor Parawisata di Pasir Panjang ( Ngurbloat ), Ngurtavur, Pulau 10 dan Pulau 5.

“ ini kalau tidak segera ditangani, maka akan mengancam pembangunan Wisata Bahari dan Sektor Perikanan di daerah ini “ Ujarnya.

Terjadi Degradasi Potensi Ikan Terbang di Kepulauan Kei Turun Drastis

Ketua GAMKI Malra, Luther S. Rahayaan, juga mengaku kalau saat ini potensi ikan terbang yang ada di Kepulauan Kei, tersebar di wilayah pengelolaan perikanan ( WPP ) 718 Laut Arafura dan 714 Laut Banda, ditemukan 10 spesies ikan terbang dari 15 spesies yang ada di Indonesia.

Bahkan potensi Ikan terbang di Kabupaten Malra mencapai 85 ton per tahun, kalau dikelola dengan baik diharapkan dapat mengangkat tingkat kesejatraan masyarakat di Nuhu Evav dan mengurangi angka kemiskinan serta meningkatkan daya saing daerah.

Namun lagi – lagi, Kata Rahayaan fakta di lapangan, keberadaan Nelayan Andon ( tanpa kerja sama / MOU antar Kepala Daerah), Nelayan dari Sulawesi yang melakukan aktifitas pengambilan telur ikan terbang di Kepulauan Kei sejak tahun 2013 sampai saat ini.

“ Hal ini menyebabkan terjadi degradasi sumber daya ikan terbang yang turun drastis, dan mengancam kelestarian ikan terbang di daerah ini, seperti kerusakan sumber daya ikan terbang yang terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah, di sisi lain Pemkab Malra tidak memiliki kewenangan terkait penanganan dan penindakan atas kondisi yang terjadi “ Pungkasnya.

Rahayaan sangat menyesalkan hal ini, karena akibat dari semua praktek itu, masyarakat perikanan dan pesisir di Kepulauan Kei yang menanggung semua resiko dari degradasi sumber daya yang terjadi.

“ Padahal kalau potensi ikan terbang di Kepulauan Kei, kalau dikelolah secara baik oleh nelayan tradisional Kei, maka dapat dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata unik/minat khsusu yang menjadi daya tarik dan kekhasan Parawisata Kepulaua Kei “ Jelas Ketua GAMKI Kabupaten Malra.

( team tualnews.com )