Maluku Integrated Port : Peluang Kemajuan atau Ancaman Baru Bagi Rakyat Maluku ?
Oleh: Muhammad Syahrul Wajo
Pembangunan Maluku Integrated Port, yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), memunculkan pertanyaan fundamental: apakah proyek ini akan menjadi motor penggerak kesejahteraan rakyat, atau justru memunculkan ancaman baru bagi lingkungan dan komunitas lokal?
Di atas permukaan, proyek ini menawarkan janji kemajuan ekonomi yang menggiurkan. Dengan meningkatnya aksesibilitas wilayah, distribusi logistik diprediksi menjadi lebih efisien, aktivitas investasi menguat, dan lapangan kerja terbuka lebih luas.
Maluku, sebagai wilayah kepulauan yang selama ini terpinggirkan secara infrastruktur, sangat membutuhkan dorongan seperti ini.
Namun demikian, janji pembangunan tidak serta-merta menjamin kesejahteraan bagi semua.
Justru, jika tidak dikelola secara bijak, pembangunan pelabuhan skala besar ini dapat membawa risiko serius—mulai dari kerusakan lingkungan pesisir, gangguan terhadap ruang hidup masyarakat lokal, hingga potensi marginalisasi terhadap kelompok rentan seperti nelayan tradisional dan komunitas adat.
Tantangan dan Risiko yang Perlu Diantisipasi:
Pertama, dari sisi lingkungan, pembangunan pelabuhan berisiko merusak ekosistem pesisir yang rapuh. Penimbunan darat, reklamasi, hingga peningkatan lalu lintas kapal dapat mengganggu habitat laut yang menjadi penopang kehidupan masyarakat pesisir.
Kedua, dari sisi sosial, proyek ini berpotensi menggeser masyarakat lokal dari ruang hidupnya. Apakah mereka akan mendapatkan manfaat nyata dari proyek ini? Ataukah hanya menjadi penonton dari geliat ekonomi yang dimonopoli oleh pemodal besar?
Ketiga, dari sisi tata kelola, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek masih menjadi pekerjaan rumah besar. Tanpa keterbukaan informasi dan partisipasi publik, PSN ini berisiko menjadi ladang baru bagi praktik korupsi dan pembajakan proyek atas nama pembangunan.
Jalan Tengah: Pembangunan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan
Agar Maluku Integrated Port benar-benar menjadi berkah pembangunan, maka sejumlah prinsip kunci harus diterapkan secara konsisten:
1. Transparansi dan akuntabilitas
Setiap tahapan proyek, dari perencanaan hingga implementasi harus dapat diakses dan diawasi oleh publik. Audit sosial, pelibatan akademisi, dan pemantauan independen menjadi instrumen penting untuk mencegah penyimpangan.
2. Partisipasi bermakna masyarakat lokal.
Pelibatan masyarakat harus dilakukan sejak tahap awal, bukan hanya sebatas konsultasi formalitas. Aspirasi warga, termasuk kelompok minoritas dan adat, harus menjadi bagian dari desain proyek itu sendiri.
3. Perlindungan lingkungan dan mitigasi dampak sosial
Studi Amdal harus dilaksanakan secara objektif dan menyeluruh. Selain itu, harus ada rencana mitigasi konkret terhadap potensi konflik sosial, termasuk kompensasi yang adil bagi masyarakat terdampak.
4. Keadilan distribusi manfaat.
Pemerintah perlu menjamin bahwa manfaat ekonomi dari proyek ini tidak hanya dinikmati investor besar, tetapi juga dinikmati secara adil oleh masyarakat lokal melalui skema padat karya, kemitraan UMKM, dan penguatan ekonomi komunitas.
Kesimpulan:
Proyek Maluku Integrated Port menyimpan dua wajah: ia bisa menjadi tumpuan kemajuan Maluku atau justru menjadi sumber ketimpangan baru jika dikelola secara eksklusif dan tertutup.
Oleh karena itu, proyek ini menuntut komitmen kuat dari pemerintah pusat dan daerah untuk menjamin bahwa seluruh proses berjalan dengan prinsip berkelanjutan, adil, dan berpihak pada rakyat.
Jika hal ini dipenuhi, maka pelabuhan ini tidak hanya akan menjadi gerbang logistik modern, tetapi juga menjadi simbol keberpihakan negara kepada kawasan timur Indonesia.
Namun jika diabaikan, proyek ini bisa menjadi ironi pembangunan: megah dari luar, tapi melukai dari dalam.