Absurditas Dalam Proses Pemilihan Rektor Unpatti

Img 20230911 wa00061

Proses pemilihan Rektor Unpatti periode 2024-2027 menjadi menarik untuk dicermati, karena Unpatti adalah perguruan tinggi terbesar di Maluku, pusat pengembangan peradaban, salah satu pilar atau benteng terakhir penegakan etika dan moral akademik.

Oleh karena itu momentum suksesi rektor tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah proses alamiah atau proses biasa akan tetapi hendaklah dimaknai sebagai sebuah proses pengembangan peradaban, pembelajaran demokrasi yang benar dan menjadi wahana membangun citra positif Unpatti.

Kita berharap, seluruh proses pemilihan rektor hendaklah diletakan di atas prinsip rasional, logis, obyektif, demokratis, taat azas, transparan, akuntabel, penghargaan terhadap
martabat manusia dan mengedepankan bonnum communae.

Harapan di atas, ternyata sulit direalisasikan oleh sebagian anggota senat Unpatti.

Poses pemilihan rektor Unpatti bila dicermati, menjadi sebuah proses panjang, berbelit-belit dan penuh dengan absurditas.

Img 20230824 wa0016

Istilah absurditas asal katanya “absurd” yang berarti mustahil, tidak
masuk akal, menggelikan, dan menertawakan.

Dalam Kamus Inggris-Indonesia karya Echols dan shadily (1990) absurditas atau “absurdity” berarti kemustahilan, keadaannya yang bukan – bukan.

Absurditas dalam pandangan Jean Paul Sartre (2018) adalah perasaan muak yang hadir dalam diri manusia karena kurangnya kemampuan dalam memaknai eksistensinya sehingga mendatangkan sekumpulan realitas hitam yang tidak bisa membahagiakan dirinya, ketika berhadapan dengan ralitas di sekitarnya.

Beberapa absurditas yang muncul dalam kehidupan manusia, yaitu, rasa frustasi, rasa cemas, rasa takut, rasa dirugikan, dan ingin memberontak terhadap keadaan; yang tidak bisa diterangkan secara rasional dan obyektif.

Patologi Birokrasi Unpatti

Proses pemilihan Rektor Unpatti periode 2024-2027 telah menyita waktu, biaya, enersi dan perhatian publik.

Hal yang tidak kalah menarik, yakni tekanan psikologis dan luka batin yang diderita oleh Prof. Dr.Izaak Hendrik Wenno, S.Pd, M.Pd; salah satu calon rektor yang menurut beberapa anggota senat Unpatti tidak layak menjadi calon rektor karena melakukan tindakan plagiasi.

Plagiasi bagi masyarakat akademik adalah sebuah tindakan tidak terpuji dan wajar untuk diperangi.

Plagiasi Wenno menjadi viral berawal dari berita yang berseliweran diberbagai media baik media mean stream maupun media social.

Isu plagiasi Wenno lebih menyita perhatian publik, ketika Prof. Dr. Thomas Pentury M.Si (mantan rektor Unpatti) memberikan keterangan Pers.

Inti dari keterangan Pers Pentury, yakni merespon surat dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti bahwa ada pelanggaran etika pengutipan yang dilakukan Wenno dan beberapa teman dan kepada mereka telah dilakukan pembinaan.

Tujuannya agar segera memperbaiki dan berproses mendapatkan guru besar.

Keterangan pers Pentury telah menjadi angin segar bagi beberapa anggota senat Unpatti dan beberapa kalangan untuk terus menggoreng, dan gencar melakukan black campaingn yang kemudian memunculkan berbagai spekulasi dan multi tafsir.

Hal yang patut disesali adalah Surat Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan, berikut Surat klarifikasi rektor Unpatti yang seharusnya sifatnya confidensial akhirnya menjadi konsumsi publik.

Di sini sangat jelas betapa bobroknya birokrasi Unpatti.

Birokrasi Unpatti tengah
tersandra gejala patologi birokrasi.

Patologi birokrasi adalah penyakit atau bentuk perilaku birokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam birokrasi.

Maka, Birokrasi ideal, Weberian yang impersonal, yakni birokrasi yang independen; netral, tidak berpihak, telah terkubur dan diganti dengan birokrasi yang pragmatik; yakni birokrasi yang tidak berpihak pada kepentingan publik akan tetapi berpihak pada kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.

Orang lupa kalau membocorkan hal yang sifatnya confidensial telah mencederai martabat dan membunuh karakter Wenno dan rekan-rekannya secara personal dan sekaligus menggadai harga diri, marwah, martabat Unpatti yang berujung pada image negatif publik terhadap Unpatti.

Demagogi hingga hari ini tidak ada seorang anggota senat bahkan dosen Unpatti yang berani dan secara gentle menunjukkan bukti orentik bahwa Wenno benar-benar seorang plagiator.

Berbagai alibi dan upaya mencari kebenaran terus dilakukan seperti meminta Prof.Dr. Pentury M.Si mantan Rektor Unpatti untuk memberi klarifikasi di media massa, meminta beberapa pihak menyurati Kemdikbudristekdikti, bahkan mendesak Ketua Senat Unpatti untuk meminta klarifikasi dari Kemendikbudristekdikti.

Anggota senat dan kelompok kepentingan yang menuduh Wenno melakukan plagiasi juga diminta menunjukkan bukti.

Namun, hasilnya nihil. Maka, kasus plagiasi yang dialamatkan kepada Wenno adalah sebuah kasus yang tidak jelas subyek dan obyeknya dan hingga kini tetap tersimpan dalam kotak pandora yang tertutup dan sulit dibuktikan.

Sebagai akademisi, sangat elok bila kita berani berbicara kalau kita mengalami, bila punya alat bukti; sudah melakukan cek and ricek, sudah melakukan klarifikasi dan verifikasi.

Jika tidak,  maka senat yang menuduh Wenno melakukan plagiasi terjebak dalam sebuah insinuasi atau sebuah upaya framing.

Freming bahwa Wenno melakukan plagiasi tanpa disertai bukti, tidak pantas dilakukan oleh akademisi.

Sebagai akademisi kita tidak bisa dengar si A bilang begini dan si B bilang begitu dan kemudian mengklaim sebagai sebuah kebenaran, itu kekeliruan besar!

Sebagai akademisi, kita hendaklah tidak terjebak dengan isu dan rumor.

Kalau cuma dengar-dengar, itu dongeng dan sebuah kejahatan luar biasa.

Kalau politisi boleh, karena ini yang namanya kreasi politik.

Pada tataran itu, kesimpulan bahwa Wenno melakukan plagiasi adalah sebuah kesimpulan yang prematur; kesimulan yang bias, kesimpulan yang
mengabaikan fakta dan realitas yang ada.

Sebagai akademisi, baik kalau kita membelajarkan publik dengan data bukan asumsi karena asumsi adalah bunda yang melahirkan seluruh kesalahan.

Kondisi seperti ini tidak elok, tidak pantas dipraktikkan oleh para akademisi yang tugasnya, mencerahkan; memberi penerangan bagi sesuatu yang tidak terang.

Maka, tidak berkelebihan kalau dikatakan bahwa kasus plagiasi yang diaduhkan ke Wenno adalah sebuah tuduhan palsu.

Walaupun demikian, beberapa anggota senat dan kelompok kepentingan tidak patah arang, atas nama rasionalitas, hingga hari ini terus membangun opini dengan menggunakan terminologi yang sifatnya provokatif, kasar dan paradox dengan rasionalitas.

Teknik argumentasi yang digunakan, yakni sofisme atau lebih dikenal dengan istilah demagogi yang dipakai untuk menarik perhatian publik.

Alat yang digunakan untuk menarik perhatian publik, yakni kesesatan berpikir atau cacat logika yang dikenal dengan istilah argumentum ad hominem, artinya saya tidak suka dengan seseorang dan saya berargumen dengan menyerang orang itu (pribadinya).

Sasarannya adalah orangnya (Wenno) dengan target tereliminasi dari bursa calon rektor Unpatti.

Dalam konteks itu anggota senat tertentu, tengah mengadopsi pemikiran Machiavelli: prinsip tujuan menghalalkan cara.

Para pencari kebenaran tersebut secara sadar telah mengingkari prinsip demokrasi yang benar karena dalam demokrasi dibutuhkan,  kesataraan, kebebasan dan respek.

Kesetaraan tanpa respek akan hasilkan chaos. Respek diarahkan pada fungsi publik dan person.

Dalam kasus Wenno yang terjadi adalah sebagian angota senat sedang melakukan manipulasi fungsi itu; melanggar hukum, etiket (sopan santun), dan tatakrama.

Delegitimasi patut dicatat bahwa perjuangan beberapa anggota senat kelompok kepentingan untuk mendepak Wenno dari bursa calon rektor sudah sudah sangat tendensius dan sangat tidak manusiawi.

Dalam beberapa kali rapat senat, Wenno telah diposisikan pada posisi yang lemah.

Laksana domba yang digiring ke pembantaian, tanpa mengembik, Wenno telah dikastrasi hak bicaranya dan dibuat pasrah, kikuk, diam dan tunduk pada kehendak beberapa kritikus yang
tanpa merasa bersalah apalagi berdosa, memposisikan diri sebagai orang tanpa cacat celah, sebagai rombongan para malaikat; rombongan para kudus, mendikte dan mendominasi pengambilan keputusan pada setiap rapat senat.

Hasilnya, rapat senat Unpatti tanggal 28 Agustus 2023 dengan agenda penyampaian visi, misi dan program, dilanjutkan dengan pemilihan calon rektor tahap 1, akhirnya deadlock.

Rapat diawali dengan hujan interupsi beberapa anggota senat yang tetap keberatan bahwa Wenno melakukan plagiasi dengan referensi tuggal, berita media massa baik media mean
stream maupun media sosial.

Ketua Senat dan anggota senat Unpatti, Tim Kemenristekdikti, bahkan publik yang mengikuti life streaming pun dibuat bingung dengan ulah beberapa anggota senat tersebut.

Mereka terus mempersoalkan plagiasi Wenno. Ini sungguh aneh. Pasalnya, ke lima calon telah memiliki legal standing sebagai calon rektor, setelah semua prosedur pemilihan dipenuhi (mulai dari pendaftaran calon, seleksi berkas hingga masa sanggah).

Dengan demikian, tuduhan berbagai pihak kalau terjadi unprosedural dalam pemilihan rektor, adalah sebuah tuduhan yang tidak beralasan.

Dalam rapat senat Unpatti tanggal 28 Agustus 2023, Senat juga telah memperkenankan Wenno untuk ikut dalam penyampaian visi, misi dan program.

Maka, senat yang mempersoalkan keabsahan Wenno sama dengan menampar muka sendiri.

Upaya mengugurkan Wenno dari proses pemilihan rektor tahap selanjutnya, berarti senat Unpatti secara sadar telah mendelegetimasi berbagai keputusan sebelumnya antara lain:

1) Mendelegitimasi keputusan rapat sebelumnya yang telah mengesahkan ke lima bakal calon. Dalam posisi itu senat Unpatti justru memperlihatkan sikap inferior dan dipaksa tunduk pada tuntutan parmelen jalanan.

Ada indikasi kuat kalau perlemen jalanan telah mengintervensi kewenangan dan kedaulatan senat
Unpatti dalam pengambilan keputusan; atau sengaja direkayasa untuk dijadikan senjata ampuh mengiring anggota senat untuk tidak memilih Wenno, bahkan teror psikologis agar Wenno gagal
dan atau mengundurkan diri sebagai calon rektor.

2) Mendelegitimasi keputusan senat yang
mengizinkan Wenno untuk ikut dalam penyampaian visi dan misi pada rapat tanggal 28 Agustus 2023.

3) mendelegitimasi dan sekaligus meragukan kredibitas Tim penilai Angka Kredit Jabatan guru besar Kemdikbudristekdikti.

4) Mendelegetimasi Keputusan Menteri yang telah mengangkat Wenno sebagai guru besar.

Hal tersebut memberi indikasi kuat kalau sebagian senat Unpatti tengah melakukan gerakan perlawanan dan sikap pembangkangan terhadap Menteri.

Tiga Skenario

Rapat senat Unpatti tanggal 28 Agustus 2023, yang dihadiri anggota senat dan 3 perwakilan Kemendikbudristekdikti, yakni dari biro hukum, ketenagaan dan inspektorat telah diputuskan bahwa rapat senat dalam rangka pemilihan rektor tahap 1, akan dilanjutkan setelah
pihak yang menuduh Wenno melakukan plagiasi bisa membuktikan tuduhan tersebut dengan data otentik kepada pihak Kemendikbudristekdikti.

Dari perkembangan rapat dimaksud, tidak satu pun anggota senat yang menuduh Wenno melakukan plagiasi secara gentle dapat memperlihatkan bukti atas tuduhan mereka.

Dalam posisi itu mereka yang menuduh Wenno melakukan plagiasi, dihadapkan pada sebuah situasi yang sangat problematis.

Mereka tengah tercebur dalam kubangan lumpur, yang mereka gali sendiri; makin bergerak, makin tercebur lebih dalam; maju kena mundur kena! Dengan harap-harap cemas, anggota senat dan kelompok kepentingan yang menuduh Wenno melakukan plagiasi berusaha memenuhi ambisi mereka lewat 3 skenario berikut.

Skenario Pertama, klarifikasi Prof.Dr. Thomas Pentury M.Si mantan rektor Unpatti.

Skenario ini telah mengemuka dalam rapat senat Unpatti tanggal 28 Agustus 2023.

Ada keinginan kuat anggota senat untuk menghadirkan Pentury dalam rapat senat berikutnya dengan harapan memberi klarifikasi disertai bukti otentik plagiasi Wenno.

Saya berpendapat, Pentury tidak akan ikut campur terlalu jauh soal itu karena di luar kewenangannya sebagai
rektor saat itu; Pentury bukan anggota Tim penilai angka kredit guru besar; juga bukan pengelola jurnal yang punya akses memeriksa kelayakan tulisan Wenno.

Dengan demikian, Pentury tidak akan memiliki data pendukung yang valid.

Pentury juga saya, yakin tidak akan memenuhi tuntutan senat untuk hadir dalam rapat senat berikutnya; karena kesibukan dan tidak mau tercebur jauh ke dalam masalah ini yang bisa saja mencoreng harga diri dan nama baiknya sebagai akibat miskin data.

Maka, kemungkinan besar Pentury akan membantu senat dengan memberikan keterangan/klarifikasi secara tertulis.

Skenario Kedua, Dr. Handry E.P.Leimena, S.Si; M.Si. Leimena adalah satu-satunya anggota senat wakil dosen Fakultas MIPA Unpatti yang memberanikan diri menyurati pihak Kemenristekdikti mempersoalkan plagiasi Wenno.

Kita patut memberi apresiasi kepada
Leimena atas keberaniannya. Pertanyaannya, mampukah Leimena membuktikan tuduhannya?.

Nampaknya Leimena menghadapi kesulitan besar karena surat yang dibuat kemungkinan bukan murni inisiatif Leimena, akan tetapi instruksi pihak tertentu.

Pada tataran itu, saya yakin Leimena tidak akan mampu membuktikan tuduhannya dengan data otentik.

Kalau prediksi ini benar, Leimena saat ini tengah dihantui rasa bersalah dan terhukum hati nuraninya.

Skenario Ketiga, kemungkinan pihak yang menuduh Wenno melakukan plagiasi akan berusaha membuktikan tuduhan mereka dengan melakukan tes plagiasi dengan turnitin terhadap artikel Wenno.

Kalau itu terjadi, ini sebuah kesalahan fatal karena di luar domain mereka.

Tes plagiasi dengan turnitin untuk artikel Wenno momennya tidak tepat; menggugat kredibilitas Tim angka kredit jabatan guru besar; sebagai sebuah bentuk perlawanan tehadap
Menteri yang telah mengeluarkan SK Wenno sebagai guru besar.

Berdasarkan deskripsi di atas, harapan anggota senat yang menuduh Wenno melakukan plagiasi dan tidak diperkenankan ikut dalam proses pemilihan rektor selanjutnya, diprediksi
akan pupus.

Walaupun demikian, patut dicamkan bahwa Wenno dan keluarganya telah
menerima dampak langsung dari pengadilan publik terhadap tuduhan plagiasi tersebut, yakni perbuatan tidak menyenangkan, yang berimplikasi pada tekanan psikologis, rasa malu dan luka batin yang mendalam.

Maka, senat dan kelompok kepentingan yang menuduh Wenno melakukan plagiasi sudah saatnya segera merehabilitasi nama baik Wenno atau siap menghadapi implikasi hukum.

Penutup

Isu plagiasi Wenno patut disesali karena telah menjadi konsumsi publik.

Gencarnya pemberitaan media massa baik media mean stream maupun media sosial yang terus didaur ulang, tanpa klarifikasi yang berimbang, betapa tidak telah membentuk opini publik.

Publik telah percaya dan menjustifikasi tuduhan bahwa Wenno melakukan plagiasi sebagai sebuah kebenaran.

Hal tersebut telah berdampak pada pembunuhan karakter Wenno secara personal dan citra, marwah, nama baik Unpatti secara kelembagaan.

Kita tentu tidak ingin kejadian serupa terulang di masa depan.

Maka, tulisan ini saya maksudkan untuk memberi pencerahan atas persoalan ini dan mengingatkan semua pihak agar tidak terjebak dalam kesesatan berpikir
atau cacat logika, karena mendekradasi supremasi kita sebagai akademisi.

Saya berharap bahwa segala silang pendapat tentang pemilihan rektor ini segera diakhiri dan senat sebagai
representasi civitas akademika menegakan kewibawaan senat dengan tidak terjebak dengan opini publik, parlemen jalanan, menghentikan segala intrik politik, tindak tunduk pada intervensi kelompok kepentingan, memegang tenguh koridor aturan, dan memberi pembelajaran demokrasi yang benar kepada publik.

Selamat bertarung kepada lima kandidat. Amin.

Patris Rahabav
Akademisi Unpatti