Kejati Maluku Diminta Sidik Dugaan Mafia Tanah Libatkan Oknum DPRD Tual

Ilustrasi bisnis tanah

Tual News – Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, diminta melakukan penyelidikan atas kasus dugaan mafia tanah, di Kota Tual yang melibatkan salah satu oknum Anggota DPRD Kota Tual berinsial, “ MIM”.

Permintaan ini disampaikan Ketua Lembaga Pemantau Keuangan Negara ( PKN ) Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual, Toni Rahabav, dalam siaran pers yang diterima tualnews.com, jumat ( 04/03/2022 ).

“ kami minta Kejati Maluku sidik dugaan kasus mafia tanah yan dilakukan salah satu oknum Anggota DPRD Kota Tual saat ini, dalam kasus pengadaan tanah tahun anggaran 2017, sebab sesuai bukti yang dikantongi PKN, patut diduga terjadi perbuatan melawan hukum atas transaksi jual – beli tanah dengan Pemkot Tual, “ pintah Rahabav.

Menurut Ketua PKN Malra dan Kota Tual,  prosedur jual beli tanah menurut hukum,  mengatur tentang jual – beli atau menyerahkan suatu bukti, sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku di NKRI yakni pengecekan sertifikat tanah,  dokumen pajak bumi bangunan (  PBB ), penyelesaian pajak, akte jual – beli dihadapan Notaris , penyerahan dokumen akta jual beli dan balik nama kepemilikan tanah.

Kepala-kejaksaan-negeri-tual-dicky-darmawan
Kepala-Kejaksaan-Negeri-Tual-Dicky-Darmawan

“ namun setelah kami cermati, dengan baik ternyata Bagian Pemerintahan Kota Tual dan oknum Anggota DPRD Kota Tual itu, diduga melakukan peristiwa pidana yang terjadi tanggal 19 Juni 2017,  “ ungkap Ketua PKN Malra dan Kota Tual.

Kata dia, terjadi pembuatan akte pelepasan hak atas tanah antara Oknum Anggota DPRD Kota Tual, “ MIM “ dengan Pemkot Tual.

“ pelepasan  tanah seluas 40.000 M2 ( empat pulu ribu meter persegi ) kepada Pemerintah Kota Tual,  dengan harga per meter persegi enam pulu empat ribu rupiah (Rp 64.000) tahun 2017, lalu  dicairkan uang sejumlah Rp.1.500.000.000 ( satu milyar lima ratus juta rupiah ), dimana bukti kwitansi  tidak dicantumkan tanggal dan bulan keluarnya uang dari Bendahara Bagian Pemerintahan Kota tual, “ jelasnya.

Ketua KPN Malra dan Kota Tual, mengatakan pelepasan  tanah tersebut untuk pembangunan sejumlah rumah yang namanya gudang industri milik Pemkot Tual.

“ anehnya dalam penelusuran akte pelepasan tanah dan surat keterangan NJOP dari Bagian Pemerintahan Kota Tual pada bulan yang sama,  tanggal yang sama, sehingga patut diduga ini administrasi keuangan yang sangat mencurigakan, “ sorotnya.

Dikatakan, mestinya para pihak wajib menjaga angka pagu yang patut dan wajar, paling tidak selaras dengan fluktuasi pasar (prinsip itikad baik).

PKN Malra dan Kota Tual menjelaskan, tata cara penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB,  bagian kesatu yaitu tata cara penetapan NJOP Pasal 10,  nilai jual objek pajak merupakan dasar pengenaan pajak PBB.

“ Pasal 11 NJOP PBB merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan, sedangkan pasal 12, adalah penilaian objek pajak untuk penetapan NJOP bumi dan NJOP bangunan dilakukan oleh penilai pajak. Jadi, dalam penilaian tanah, dibuat  zona nilai tanah,  zona nilai tanah dibuat  atas beberapa bidang tanah yang diindikasi mempunyai nilai yang sama, “ terangnya.

Misalnya, kata dia tanah yang sama-sama terletak di pinggir jalan raya,  namun obyek tanah tersebut jau dari pemukiman penduduk,  ditumbuhi semak belukar,   diperuntukan sebagai bangunan atau tanah yang sama terletak didalam hutan semak belukar,  hanya dapat dilalui oleh sepeda motor atau roda empat yang bersifat khusus bukan jalur ramai dilalui aktifitas manusia. “ urainya.

Menurut PKN,  penentuan zona nilai tanah dilakukan oleh penilai berdasarkan hasil survey yang dilakukan dilapangan,  dibantu peta wilayah yang akan dibuat zona nilai tanah.

“ setiap zona nilai tanah diberikan kode, misalnya AA, AB, AC,? dan seterusnya, “ ujarnya.

Dirinya mempertanyakan keabsahan hukum surat keputusan Walikota Tual Nomor:  164 tahun 2013 tentang NJOP tanah di  wilayah Pemerintah Kota Tual, karena itu adalah alat bukti yang sengaja digunakan para pihak untuk mendukung kejahatan dalam bertransaksi penetapan harga tanah.

“ SK tersebut dikeluarkan almarhum Walikota Tual tahun sebelumnya,   tidak memiliki kekuatan hukum untuk digunakan sebagai dasar transaksi para pihak,  alasanya yakni SK tersebut tidak memiliki kajian teknis yang dilengkapi dokumen pemetaan zonasi nilai tanah  sebagaimana amanat  Undang –undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan restribusi daerah, serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 533/PJ/2000,  tentang petunjuk pelaksanaan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek serta subyek PBB dalam rangka pembentukan dan pemeliharaan basis data SISMIOP, “ terang PKN Malra dan Kota Tual.

Selain itu kata dia,  ada  peraturan Menteri keuangan nomor  :186/PMK.03/2019 tentang perpajakan,  walaupun diatur dalam pasal 79  Undang -undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah .

“ dalam menetapkan NJOP,  diatur dalam pasal 79 sebagaimana jangka waktu penetapan NJOP pemerintah daerah,  dalam hal ini adalah Kepala daerah dilakukan setiap tiga tahun sekali,  kecuali obyek pajak tertentu yang besarnya dapat ditetapkan setiap tahun tergantung perkembangan wilayah .Hal ini tidak dilakukan Pemerintah Kota Tual, “ katanya.

Tanah Dibeli Sesuai NJOP

Oknum Anggota DPRD Kota Tual, “ MIM “ ketika dikonfirmasi via whaatsap, jumat ( 04/03/2022 ), membantah hal ini.

“  tanah itu sudah dibeli sesuai NJOP,  tidak ada kerugian negara, dan tempatnya sudah dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Kalau ada kerugian negara karena beli berdasarkan NJOP,  maka semua tanah yang di Tual ini bermasalah karena beli sesuai NJOP, kenapa tidak lapor lahan yang masih kosong,  tidak dimanfaatkan lalu beli dobol di lokasi  BTN Brimob, “ sesalnya.

Diakui, lokasi tanah BTN Brimob, Kabupaten Malra sudah pengadaan pembelian tanah tersebut,  lalu kemudian Kota Tual beli lagi.

“  termasuk yang didekat Kantor KPU suda ditempati masyarakat, lalu tanah yang sudah dipanjar sejumlah ratusan juta,  tapi belum ada kontrak dan sudah menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK ), kenapa tidak dilaporkan, “ sorot MIM.

Dirinya merinci sebagai berikut :

  1. Di lokasi dekat KPU, Pemda suda mengeluarkan uang sejumlah ratusan juta untuk pembangunan RSU Maren Kota Tual dengan luas sejumlah 3 hektar, tapi tidak dapat dikuasi oleh pemda, sekarang suda dibangun pemukimana masyarakat secara pribadi.
  2. Di ruas jalan Tual-Ohitel, depan Markas Brimob diperuntukan untuk lokasi ke dua untuk pembangunan RSU Maren Kota Tual  dengan luas 6 hektar, itu dibeli sampai 3 kali lipat dalam objek yang sama dan belakangan dijual lagi oleh masyarakat pribadi kepada masyarakat secara pribadi dan sudah  didirikan bangunan pribadi.
  3. Penambahan lagi 2 hektar untuk menambah lokasi ke 2 pembangunan RSU Maren Kota Tual dan sudah dibayar lunas, namun sampai saat ini Pemda belum bisa menguasi lahan tersebut karena dicegat oleh masyatakat pemilik lahan lainnya.
  4. Ada lagi 9 hekatar lahan atas nama, Hi Husin Rahayaan,  Mantan Bupati Maluku Tenggara, lokasi bekas Pasantren di UN, belum ada transaksi jual beli dengan Pemda Kota Tual,  namun suda dibayarakan uang sejumlah 250 juta, tanpa surat jual – beli, namun tanah tersebut belum bisa dikuasai karena 4 hektare lebih dari 9 hektar sudah ditempati oleh masyarakat secara pribadi
  5. objek ini sangat jelas terdapat kerugian negara, tetapi kenapa tidak dilaporkan, malah lahan yang suda sangat jelas dimanfatkan dan dikuasai oleh Pemkot Tual, dibeli juga sesuai NJOP untuk pembangunan RSUD Maren, dan suda didirikan bangunan RSU milik Pemkot Tual,  insya Allah akan dimanfaatkan tahun ini,  lalu lokasi SIKIM yang sudah didirikan dan sudah dimanfaatkan oleh pelaku usaha,  dibeli juga sesuai NJOP kenapa dipermasalahkan.

“ semua masyarakat punya hak untuk melaporkan segala bentuk transaksi pemda yang diduga dan dicurigai, tapi kalau mau melapor untuk kepentingan pembangunan daerah,  ya mesti kita objektiflah, karena banyak lahan yang tidak dimanfaatakan lalu beli dobol,  ” urainya dalam rilis kepada tualnews.com.

Selain itu kata dia, ada juga proses pembelian tanah tidak sesuai prosedur dan sudah ada temuan BadanPemeriksaan Keuangan RI (BPK ).

“  yang sangat jelas ada kerugian negara,  kenapa tidak dilaporkan, malah lahan yang suda dimanfaatakan,  proses pembeliaanya terang benderang sesuai prosedur malah dilaporkan,  jadi patut dipertanyakan niat lapornya untuk apa?, “ sesalnya.  ( TN – 01 )

 

( TN – 01 )