Dua Tahun Air Mata Pengungsi Lupus Kota Tual Termakan Janji Pemerintah

Img 20200301 wa0009
Warga pengungsi Lupus yang tersebar diberbagai tempat kontrakan atau kamar kost di wilayah Kota Tual, Propinsi Maluku ketika ditemui tualnews.com, sabtu ( 29/2/2020 )

Tual News –  Warga pengungsi Lupus yang tersebar diberbagai tempat kontrakan atau kamar kost di wilayah Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, Propinsi Maluku kepada tualnews.com, sabtu ( 29/2/2020 ) mengaku sangat kecewa dengan Pemerintah Kota Tual, dibawah kepemimpinan Walikota Tual, Adam Rahayaan, S.Ag dan Wakil Walikota Tual, Usman Tamnge, pasalnya sudah dua tahun mereka dengan air mata, tanpa ada bantuan dari Pemerintah, warga pengungsi ini mencari nafkah sendiri, untuk membiayai kehidupan rumah tangga dan pendidikan anak – anak.

https://youtu.be/IZkh6od54MY
Video wawancara tualnews.com, dengan air mata seorang Ibu Siti Renoat, pengungsi Lupus Kota Tual yang termakan janji Pemerintah, sabtu ( 29/2/2020 )

“ perasaan saya sangat sakit, dan paling sakit…!, saya punya anak cucu dan anak mantu banyak, jadi perasaan ibu ini sangat sakit, sejak kami mengungsi terasa sakit, sebab anak – anak kalau terdampar, pasti selaku  orang tua tetap berpikir, kadang saya duduk berhayal, coba Pemerintah, kalau katong sudah begini kasih bantuan sembako untuk kami  makan, ini seng juga  “ urai warga Pengungsi Lupus, Ibu Siti Renoat dengan deraian air mata yang keluar dari wajahnya.

Ibu Siti Renoat mengungkapkan,  pasca kejadian pembakaran rumah warga Lupus Kota Tual, Pemkot Tual hanya menyalurkan bantuan kepada para pengungsi Lupus, beras 50 kg, satu buah tikar dan satu buah selimut.

“ Pemerintah kasih warga yang rumah terbakar hanya beras 50 kg, satu selimut dan satu buah tikar, sehingga akhirnya para pengungsi kecewa lalu bawah kembali bantuan Pemerintah itu lempar  di halaman Kantor Walikota Tual “ Ungkapnya.

Kata Renoat, dirinya bersama warga pengungsi sangat kecewa dengan Walikota Tual, karena seakan mereka dipandang sebelah mata oleh Pemerintah.

“ Pak Wali terlalu pandang enteng katong, kami kecewa sekali, massa hanya dikasih bantuan beras, tidak ada lauk pauk seperti supermi dll kepada kami pengungsi Lupus “ Sesalnya.

Img 20200301 wa0007
Ini adalah kamar kontrakan Ibu Siti Renoat bersama keluarga tinggal, sekaligus sebagai tempat memasak dan tempat tidur bersama anak – anak

Dirinya mengisahkan selama berada di tempat kontrakan ukuran kecil di Dusun Mangon, Kota Tual, sebagai seorang ibu rumahtangga, bersama suami dan anak –anaknya tidur beralaskan tikar apa adanya, bahkan ukuran kamar kontrakan yang kecil, bersama suami tidak bisa dapat berbuat apa – apa layaknya suami – isteri.

“ kami punya anak cucu banyak, sehingga ruangan kecil ini, khusus bagi anak –anak untuk tidur didalam, saya dengan suami tidur diluar, jadi kalau hujan datang ya…pakai tarpal, lalu tidur rapat dinding,  katong mau buat bagaimana, saya sebagai seorang Ibu paling menderita dan kecewa, mau mati tidak bisa mati, hidup tak bisa hidup “ Kisah sosok  Ibu Siti Renoat  dengan tangisan air mata.

Menurut Renoat, penderitaan yang dialami sama dengan warga pegungsi Lupus lainya yang menyebar tinggal di tempat kontrakan seperti disamping Kantor KPU Kota Tual.

“ Pemerintah ini janji tinggal janji, tidak ada bukti,  saya berharap sebagai seorang Ibu, kalau belum ada lahan yang disediakan Pemkot Tual untuk tempat tinggal kami, minimal kasih bantuan sembako bagi warga pengungsi Lupus untuk sekedar makan – minum “ harapnya.

Untuk menghidupi keluarga, Ibu Siti Renoat nekad mengontrak satu tempat ukuran kecil di Dusun Mangon, Kecamatan Dullah Selatan, Kota Tual dengan harga sewa pertahun 3,5 juta.

Di bagian depan, sosok seorang perempuan Kei yang sangat ulet dan tangguh ini rela mengambil kredit usaha di Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) sampai tiga kali untuk berdagang Kios sembako.

Sementara ukuran kamar kecil dibagian belakang, digunakan untuk tempat tidur, dan dapur.

Img 20200301 wa0008
Kamar kontrakan pengungsi Lupus, Ibu Siti Renoat bersama suami dan anak sebagai dapur dan tempat tidur keluarga di Dusun Mangon Tual

“ Saya ambil kredit BRI  tiga tempat, jadi satu bulan bayar hutang kredit Rp 2 juta, satunya lagi setor  Rp 1,1 jt dan yang terakhir sudah mau lunas, tapi saya kasih Rp 500.000 dulu, karena masih punya tanggungjawab hutang kredit di BRI lainya “ kisahnya.

Kata Ibu Renoat, pengambilan kredit di tiga tempat berbeda pada BRI Tual, untuk berdagang  usaha kecil Kios yang menjual barang – barang kebutuhan pokok masyarakat, demi memenuhi kebutuhan hidup bersama anak dan cucunya.

“ Saya berhutang di Bank untuk sekedar makan – minum sehari – hari, jadi saya berharap Pemerintah tolong perhatikan, kalau kami warga Negara Indonesia ( NKRI ) tolong bantu kami warga pengungsi Lupus yang menderita sudah dua tahun ini “ seruh Ibu Renoat yang didampingi suaminya itu.   

Sejumlah Rumah di Kota Tual Hangus dibakar Massa

Seperti diberitakan media, sejumlah rumah di kawasan Lupus (pertengahan Desa Dullah Darat dan Desa Labetawi), Kecamatan Dullah Utara Kota Tual dirusak dan dibakar massa, Minggu (23/9/2018).

Kapolres Maluku Tenggara (Malra), AKBP Indra Fadhila Siregar, dikonfirmasi di tempat kejadian perkara mengungkapkan kejadian pengrusakan beberapa rumah maupun aset-aset warga di kawasan Lupus akibat emosi warga yang dipicu dugaan pemerkosaan terhadap salah satu wanita Desa Dullah Darat.

Lupus
Sejumlah rumah di kawasan Lupus (pertengahan Desa Dullah Darat dan Desa Labetawi), Kecamatan Dullah Utara Kota Tual dirusak dan dibakar massa, Minggu (23/9/2018)

“Kita dari Kepolisian bersama pihak TNI langsung turun ke kawasan tersebut untuk menghalau dan mengimbau kepada massa yang dipengaruhi emosi, untuk menyerahkan persoalankepada kepolisian untuk menanganinya,” katanya, seperti dilansir  Antara.

Ia mengakui massa cukup banyak, namun akhirnya dapat ditenangkan lewat mediasi dan koordinasi dengan tokoh adat (raja-raja) dan pemerintah desa setempat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemuda setempat.

Ia juga menyatakan polisi bisa memahami kondisi psikologis masyarakat maupun keluarga yang marah, namun semua harus menghormati aturan hukum yang berlaku.

“Diduga pemerkosaan terjadi Sabtu malam, dan jika berbicara dari perspektif hukum, saya selaku Kapolres yang membidangi masalah pidana, terkait masalah hukum maka kita berbicara mengenai pembuktian,” kata Kapolres Indra.

42 KK Warga Lupus Mengungsi

Pasca kejadian ini, sedikitnya 42 Kepala Keluarga ( KK ) warga Lupus yang mayoritas beragama Islam itu mengungsi. Berdasarkan informasi yang dihimpun tualnews.com, saat ini puluhan warga pengungsi dengan jumlah 200 – an jiwa mengungsi diberbagai tempat di Kota Tual seperti Di Dusun Mangon dan Fiditan, Kecamatan Dullah Selatan Kota Tual.

Lupus 3
Walikota Tual, Adam Rahayaan, S.Ag bersama Kapolres dan Dandim serta Para Tokoh Masyarakat, Adat, Agama, dan Pemuda di Dullah bertemu, pasca kejadian

Warga pengungsi nekad menyewa kamar kontrakan untuk tempat tinggal sampai saat ini, bahkan ada pengungsi yang saat ini mengungsi di keluarga terdekatnya di Ohoi Sathean, Kecamatan Kei – Kecil dan Ohoi Dian Pulau, Kecamatan Hoat Sorbay, Kabupaten Maluku Tenggara.

Pemerintah Kota Tual, dibawah kepemimpinan Walikota Tual, Adam Rahayaan, S.Ag sudah tiga kali bertatap muka bersama warga pengungsi Lupus Kota Tual. Dalam pertemuan itu bersama para pengungsi Lupus, Walikota Tual berjanji akan menyediakan tempat atau lahan untuk pembangunan rumah bagi pengungsi Lupus.

Namun sampai saat ini realisasi dari janji Pemerintah itu, belum direalisasikan, karena diduga terbentu masalah lahan.

“ kami warga pengungsi Lupus sudah tiga kali bertatap muka dan sesuai janji Bapak Walikota Tual, sudah ada bantuan Pemerintah 15 millyar untuk bangun rumah pengungsi Lupus, namun sampai saat ini janji itu belum ada realisasi “ Ungkap Suami Ibu Siti Renoat, kepada tualnews.com, sabtu ( 29/2/2020 ).

( team tualnews )