Wailmom dan Kritik Kebudayaan

Img 20250530 wa0003

Wailmom dan Kritik Kebudayaan

Oleh : Ahmad Matdoan, S.H.

Masyarakat Kei membangun peradaban di atas nilai-nilai adat yang luhur: Larvul Ngabal, hukum yang tajam seperti lidah tombak (ngabal) dan halus seperti benang sutera.

Dalam dinamikan kehidupan budaya masyarakat Kei, belakangan ini lahirlah istilah “wailmom“, suatu istilah sederhana namun penuh pesan “peringatan”.

Dalam istilah bahasa Kei, wailmom dimaksudkan sebagai sesuatu hal yang gagal tercapai, tidak berhasil, tidak berguna, atau hidup yang sia-sia.

Namun dibalik terjemahan lugas dan bebas itu, tersembunyi kritik budaya yang tajam,  suatu pernyataan bahwa seseorang telah kehilangan makna sosial dan spiritual dalam hidupnya.

Makna Semantik dan Buday

Secara etimologis, “wail” berarti jatuh atau runtuh, dan “mom” berarti kosong atau hilang.

Maka wailmom bukan hanya kegagalan, tetapi kejatuhan ke dalam kekosongan.

Istilah ini tidak digunakan sembarangan. Ia adalah penilaian sosial yang berat dan berkonotasi negatif, biasanya dilontarkan terhadap individu yang:

a. Mengabaikan nilai persaudaraan ain ni ain
b. Mengkhianati kepercayaan komunitas
c. Menjadi sumber konflik atau keburukan

Dalam sistem nilai Kei, hidup yang benar adalah hidup yang menjunjung martabat, menjaga rahan (rumah), dan menjadi bagian dari jaringan sosial yang saling menopangg dan menguatkan.

Ketika seseorang keluar dari jaring pengaman ini, ia dianggap wailmom—hilang guna, tak berfaedah, atau dalam istilah lain sering juga disebut “wear vaha

Realitas Sosial Masa Kini

Hari-hari ini, dalam dialektika sosial masyarakat kita, istilah wailmom semakin sering terdengar, meskipun istilah ini masih digunakan dalam ruang lingkup komunikasi informal, sebab istilah ini dijadikan sebagai stigma negatif atau pelabelan terhadap individu yang gagal, istilah ini juga menjadi semacam peringatan terhadap generasi muda yang menjauh dari akar adat dan budaya kita.

Ketika anak muda melawan orang tua, melupakan adat, terlibat dalam kekerasan, merusak lingkungan, atau memperdagangkan kehormatan leluhur demi kepentingan sesaat.

Ketika nilai adat ditinggalkan, hidup menjadi rapuh. Kekerasan antar pemuda, penyelesaian masalah tanpa musyawarah, dan hilangnya rasa malu dalam masyarakat adalah tanda-tanda bahwa wailmom tidak lagi sekadar istilah, tapi telah menjadi gejala sosial.

Kritik dan Harapan

Uniknya, pelabelan dengan stigma wailmom bukan hanya stigma sosial negatif kepada individu, tapi dijadikan guyonan-lucu, harapannya sebenarnya masyarakat memberikan ruang untuk bangkit kembali. Karena adat Kei tidak hanya menghakimi, tapi juga membimbing kembali ke jalan yang benar.

Dengan kata lain, wailmom adalah: cermin budaya yang menunjukkan bahwa hidup seseorang telah menyimpang, panggilan jiwa untuk kembali ke akar nilai-nilai dan penanda luka kolektif, bukan hanya kegagalan pribadi.

Penutup

Istilah wailmom lebih dari sekadar kata. Ia adalah peringatan sosial kebudayaan kita terhadap sesuatu hal atau kepada individu agar lebih mawas.

Dalam kehidupan masyarakat urban dan modern yang penuh godaan materialisme dan individualisme, istilah wailmom mengingatkan bahwa hidup bukan sekadar ada, tapi juga harus bermakna.

Terakhir, jika kita ingin membangun masa depan Kei yang damai dan bermartabat, kita harus kembali ke jalan adat yang luhur.

@Gaila (Tual, 27/05/2025)